Bawomataluo merupakan salah satu bukti
sejarah akan kejayaan leluhur masyarakat Nias di masa lampau dan merupakan
"Monumen Hidup Kebudayaan Nias yang Tersisa" yang wajib dijaga dan
dilestarikan. Salah satu upaya untuk memperkenalkan Bawomataluo ke khalayak
umum di lakukan melalui berbagai atraksi budaya Nias seperti lompat batu, tari
perang , tari moyo, tari maena yang fenomal dan berbagai ciri khas makanan Nias
seperti : ikan asap, babae, kefe-kefe, fakhe nifalegu, gowi nifufu, sagu nidulu.
gowi nifufu
fakhe nifalegu
sagu nidulu
Bawomataluo
memiliki arti bukit matahari. memasuki
kawasan Bawomataluo, kita akan melewati 77 anak tangga (awalnya 80 anak tangga,
namun berkurang akibat longsor) dengan latar belakang bentangan desa Orahili
dan pemandangan Pantai Sorake dan teluk Lagundri di kejauhan. Merupakan
sebuah kebanggan dan kepuasan tersendiri ketika berhasil menjejakkan kaki di
pucak anak tangga terakhir di gerbang desa Bawomataluo ini.
lompat batu nias
Tak jauh dari anak tangga terakhir
gerbang Bawomataluo, setelah melawati deretan rumah adat tradisional di kiri
kanan jalan masuk yang terbuat dari susunan lempengan bebatuan yang sekaligus
berfungsi sebagai pekarangan penduduk kita akan melihat sebuah batu setinggi
2,15 meter yang menjadi tempat untuk lompat batu (Fahombo atau Hombo
Batu dalam bahasa Nias) dan rumah adat dengan atap tinggi menjulang yang
disebut Omo Sebua (Rumah Raja) di sebelah kiri dan Omo Bale (Balai
Desa) di sebelah kanan.
Sebuah keunikan tersendiri melihat Omo
Sebua yang merupakan rumah adat terbesar yang disangga oleh kurang lebih 60
tiang dan beberapa diantaranya merupakan tiang kayu bulat yang sangat besar
yang konon didatangkan dari pulau Telo dan pulau-pulau lainnya di sekitar pulau
Nias dengan cara dihanyutkan dan ditarik dengan kereta peluncur.
Menurut cerita yang berkembang dalam
masyarakat setempat, Omo Sebua ini
dibangun oleh 40 pekerja ahli, dan menghabiskan masa empat tahun untuk
merampungkannya. Selama empat tahun itu, tiap harinya dua ekor babi disediakan
untuk makan para pekerja. Dan puncaknya, 300 ekor babi dihidangkan saat Omo
Hada pengetua adat ini selesai dibangun. Uniknya, seluruh taring babi selama
empat tahun tadi itu, tidak disia-siakan, melainkan dijadikan dekorasi di dalam
Omo Hada.
Di depan Omo Hada ini, terdapat meja batu
lengkap dengan kursi yang juga dari batu (Daro-daro atau tempat duduk) serta
beberapa menhir. Batu yang menjulang tinggi adalah batu Faulu (batu tanda menjadi raja)
yang sebelah kanan adalah batu Loawo yang
sebelah kiri batu Saonigeho,
sementara batu datar adalah batu untuk mengenang kebesaran dan jasa kedua orang
raja ini. di atas batu-batu itu hanya si ulu atau balo ji'ila yang bisa duduk
disitu bila ada pertemuan. Sementara Batu di depan balai desa (Omo Bale) merupakan tempat duduk
masyarakat jelata bila ada orahua /
pengambilan keputusan.
SEKIANLAH SEJARAH KAMPUNG SAYA, JIKA ADA KEKURANGAN DALAM PENULISAN MOHON DI MAAFKAN.
SAYA UCAPKAN TERIMA KASIH ANDA TELAH BERKUNJUNG KE BLOG SAYA SEMOGA DAPAT BERMANFAAT UNTUK ANDA SEMUA.
0 Response to "ASAL-USUL RUMAH ADAT NIAS"
Post a Comment
Berikanlah komentar yang bersifat membangun blog ini.
TERIMA KASIH.